Muram Masa Depan Bus Wisata, Cuma Laku Dijual Kiloan - detikTravel
Muram Masa Depan Bus Wisata, Cuma Laku Dijual Kiloan - detikTravel
Bus-bus wisata di India masuk parkir selama pandemi Covid-19. Dijual tidak laku, paling banter diubah jadi ambulans.
Lalu lintas di Kochi, India
Ilustrasi bus wisata di Kochi, India (Getty Images/pilesasmiles)
Kochi -

Bus-bus wisata di India masuk parkir selama pandemi Covid-19. Dijual tidak laku, paling banter diubah jadi ambulans.

Pandemi Covid-19 membuat wisata di Kochi, India mandek. Terlebih setelah varian Omicron muncul.

Rakesh VM, operator bus wisata dari Thiruvananthapuram, kian kepepet karena pemerintah setempat tidak memberikan keringanan pajak. Di saat bersamaan dia juga harus melunasi sejumlah kredit usaha.

Solusinya, Rakesh berencana menjual bus miliknya meskipun bisa menjual bus itu sebagai besi tua.

"Jika dibandingkan dengan dua gelombang pertama, gelombang ketiga menghantam industri jauh lebih keras. Karena ketakutan Omicron, pembatasan jumlah orang yang diizinkan masuk ke dalam bus dan pemeriksaan terus menerus oleh polisi, masyarakat enggan untuk bepergian," kata Rakesh, pemilik dari Remya Tours and Travels Pvt Ltd, seperti dikutip Times of India.

"Itu mempengaruhi industri, yang sebagian besar bergantung pada pesta pernikahan dan perjalanan antarnegara bagian, lebih lanjut. Saya memiliki armada 24 bus wisata yang telah menganggur selama dua tahun di tempat parkir kami," dia menambahkan.

"Saya mendekati beberapa pembeli untuk menjual bus saya sebagai besi tua. Namun, mereka belum siap memberikan nominal yang pas," Rakesh menjelaskan.

Rakesh tidak sendirian. Seluruh operator bus wisata di negara bagian Kochi seolah dibiarkan berjuang sendiri. Untuk melunasi pinjaman dan membayar pajak, mereka menjual bus mereka sebagai barang bekas.

Royson Joseph, seorang operator bus wisata dari Kochi, bikin heboh dengan pengumuman rencana menjual tiga dari sepuluh busnya yang tersisa. Harga yang dipatok bukan per bus, tetapi per kg layaknya menjual barang bekas. Rayon memasang harga Rs 45 atau setara dengan Rp 8.500 per kilogram.

"Saya berencana untuk menjual tiga bus dengan 45 tempat duduk saya dengan harga bekas. Sebelumnya, saya harus menjual sepuluh dari 20 bus saya untuk bertahan hidup," kata Rayson, yang telah berkecimpung di industri ini selama 42 tahun.

"Saya harus membayar pajak hampir Rs 40.000 atau Rp 7,5 juta untuk setiap bus. Pemerintah tidak memberi kami pembebasan pajak dan itu semakin membebani kami," Royson menambahkan.

Upaya operator bus wisata untuk mengganti usaha memang muncul. Tetapi, izin dari pemerintah sulit didapatkan.

Operator bus wisata Royson berencana mengubah bus wisatanya menjadi bengkel keliling untuk memperbaiki kendaraan di Sabarimala. Namun, ia gagal mendapat persetujuan dari Departemen Kendaraan Bermotor.

"Meskipun banyak operator berencana untuk mengubah kendaraan mereka, itu tidak mungkin kecuali mereka mendapatkan persetujuan yang sama dari departemen terkait. Salah satu operator berencana untuk mengubah busnya menjadi peternakan unggas bergerak, tetapi tidak dapat memperoleh izin," ujar Wakil presiden CCOA distrik Ernakulam Bajy Joseph.

Satu-satunya yang tampaknya dibolehkan adalah mengubah kendaraan wisata menjadi ambulans. Ya, selama gelombang pertama Covid-19, Shajahan S, operator agen perjalanan dari Balaramapuram di Thiruvananthapuram, mengubah bus wisata mininya menjadi ambulans.

Ambulans itu digunakan untuk membantu mengangkut pasien Covid ke rumah sakit. Menyadari meningkatnya kebutuhan akan ambulans, Shajahan kembali mengubah salah satu mobil taksinya menjadi ambulans mini tahun lalu.

Comments

https://galeriwisata.id/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!